Name of Journal
|
Penerapan Akuntansi Internasional Terkait Masyarakat Dunia Internasional
|
Title of Journal
|
Dampak Penerapan IFRS di Negara Berkembang (Perbandingan Lintas Negara)
|
Date of Journal
|
2015
|
The Main Discussion
|
Untuk memberikan gambaran dalam membuat laporan keuangan dan dampak penerapan IFRS di setiap sektor di berbagai negara.
|
Summary
|
International Financial Reporting Standards (IFRS) adalah standar dan kerangka yang disusun oleh badan penyusun standar akuntansi internasional bernamaInternational Accounting Standards Board(IASB). Penerapan IFRS di Indonesia dimulai pada tahun 2008 sampai 2012, meliputi aktivitas adopsi IFRS, persiapan infrastruktur yang diperlukan, evaluasi terhadap PSAK yang berlaku dan penerapan PSAK IFRS secara bertahap (Zamzami, 2011). Sampai tahun 2014, konvergensi IFRS telah mencapai (Sinaga, 2014): PSAK 1 tentang Penyajian Laporan Keuangan, PSAK 4 tentang Laporan Keuangan Tersendiri, PSAK 15 tentang Investasi pada Entitas Asosiasi dan Ventura Bersama, PSAK 24 tentang Imbalan Kerja, PSAK 65 tentang Laporan Keuangan Konsolidasian, PSAK 66 tentang Pengaturan Bersama, PSAK 67 tentang Pengungkapan Kepentingan dalam Entitas Lain, dan PSAK 68 tentang Pengukuran Nilai Wajar yang berlaku efektif 1 Januari 2015.
Dampak Penerapan IFRS di China
Penelitian Ding dan Su (2008) memberikan analisis deskriptif mengenai penerapan IFRS pada pasar yang diatur oleh pemerintah daripada yang diatur oleh mekanisme pasar. Permasalahan yang membedakan peraturan standar akuntansi di China dan IFRS adalah karena definisi entitas pihak terkait di China tidak termasuk sebagian besar perusahaan milik negara (BUMN), sedangkan IFRS mempertimbangkan semua BUMN sebagai pihak terkait. BUMN China adalah badan hukum independen, dan kegiatan usaha mereka tidak berbeda dari perusahaan lain. Permasalahan kedua adalah mengenai mengenai perbedaan pembalikanimpairmentpenurunan nilai atas aset tetap.
Dampak Penerapan IFRS di Bangladesh
Penelitian Nurunnabi (2014) menyelidiki keseimbangan antara regulasi akuntansi dan pengaruh politik dalam penerapan IFRS di Bangladesh. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kurangnya kerangka peraturan akuntansi dan pengaruh politik menghambat pelaksanaan yang efektif dari IFRS. Terutama, berkaitan dengan peraturan akuntansi, beberapa masalah yang ditemukan seperti inkonsistensi antara peraturan daerah dan IFRS, kurangnya partisipasi pemangku kepentingan dalam proses penetapan standar akuntansi, banyaknya regulator, dan kurangnya penegakan hukum. Tingginya tingkat pengaruh politik juga menambah tekanan dalam pelaksanaan IFRS.
Dampak Penerapan IFRS di Nepal
Poudel et al. (2014) meneliti mengenai pengaruh lingkungan akuntansi pada saat penerapan IFRS. Masyarakat Nepal ditandai dengan konservatisme, kolektivisme dan high power distance. Keyakinan agama dan sistem kasta merupakan aspek penting dari masyarakat Nepal dan praktik akuntansi tradisional mencerminkan perbedaan budaya dan praktek-praktek perdagangan antar kelompok kasta. Sehubungan dengan IFRS, tidak ada program IFRS yang ditawarkan pada gelar akuntansi di universitas Nepal dan tingkat dalam mengajar IFRS sangat bervariasi antara lembaga. Akibatnya, perekrutan karyawan yang terampil dapat menjadi masalah bagi perusahaan karena ada kekurangan spesialisasi IFRS. Selanjutnya, penerapan IFRS merupakan sebuah beban bagi perusahaan kecil dan menengah yang bertanggung jawab untuk pelatihan mendidik karyawan. Fokus utamanya, adopsi IFRS tidak mungkin mengakibatkan peningkatan transparansi dan akuntabilitas di Nepal karena mekanisme penegakan hukum yang lemah dan adanya korupsi dan penipuan.
|
ONE WORLD
Selasa, 09 Mei 2017
Tugas 3 Review Journal
Minggu, 09 April 2017
Akuntansi internasional tugas 2 (rewiew jurnal Pengungkapan & Pelaporan)
Nama : Heri Prasetyo
4eb17
4eb17
Nama Jurnal
Jurnal Bisnis dan Ekonomi (JBE)
| |
Judul Jurnal
|
Analisis Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Tingkat Pengungkapan laporan Keuangan Pemerintah Provinsi Di Indonesia
|
Volume / Halaman
|
Vol 22, No 1 25 / 25-33
|
Nama Penulis
|
Ririn Hendriyanti & Afrizal tahar
|
Tanggal Jurnal
|
Maret 2015
|
Tujuan Penelitian
|
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pengungkapan dalam laporan keuangan dari pemerintah provinsi di Indonesia
|
Metode Penelitian
|
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
purposive sampling. Subjek
dalam penelitian ini adalah ringkasan dari Laporan Keuangan Pemeriksaan
Hasil Pemerintah Provinsi di Indonesia yang dilakukan oleh Badan
Pemeriksa Keuangan (BPK) RI dan jumlah penduduk diperoleh dari Buku Statistik Indonesia. Dalam penelitian ini, sampel termasuk 30 provinsi dengan periode pelaporan 3 tahun yaitu
dari tahun 2012 hingga tahun 2014. Penelitian ini menggunakan analisis
regresi berganda dengan menggunakan analisis data panel.
|
Variabel Penelitian
|
Variabel Bebas : Tingkat Pengungkapan
Variabel Terikat : Tingkat Ketergantungan, Rasio PAD , Belanja Modal, Jumlah Penduduk, Temuan audit
|
Hasil Penelitian
|
Rata-rata tingkat pengungkapan dalam Catatan atas laporan Keuangan selama tahun 2012 hingga tahun 2014 adalah 41,7663%.
Variabel
tingkat ketergantungan memiliki nilai koefisien regresi sebesar -0.084
dengan signifikansi sebesar 0.000 lebih kecil dari α (0.05)
. Tingkat ketergantungan berpengaruh negative terhadap tingkat
pengungkapan laporan keuangan pemerintah provinsi. Hal ini menunjukkan
bahwa dana alokasi umum yang diterima daerah tidak mempengaruhi tingkat
pengungkapan
Variabel Pendapatan Asli Daerah memiliki nilai koefisien regresi sebesar 0.150 lebih besar dari α (0.05) . Pendapatan Asli Daerah tidak berpengaruh terhadap tingkat pengungkapan laporan keuangan pemerintah provinsi.
Pendapatan asli daerah menunjukkan, bahwa tingginya tingkat kekayaan
suatu daerah tidak akan secara otomatis melakukan pengungkapan informasi
yang tinggi pula.
Variabel Belanja modal memiliki koefisien regresi sebesar 0.126 dengan signifikansi sebesar 0.002 lebih kecil dari α (0.05). Belanja modal memiliki pengaruh signifikan terhadap tingkat pengungkapan laporan keuangan pemerintah provinsi. Belanja modal memiliki pengaruh signifikan terhadap tingkat pengungkapan laporan keuangan pemerintah provinsi.
Variabel Jumlah Penduduk memiliki nilai koefisien regresi sebesar 2.947 dengan signifikansi sebesar 0.000 lebih kecil dari α (0.05). Jumlah penduduk memiliki pengaruh yang signifikan terhadap tingkat pengungkapan laporan keuangan pemerintah provinsi. Jumlah penduduk,menunjukan
bahwa jumlah penduduk merupakan proksi dari tingkat kompleksitas
pemerintah. Semakin tinggi jumlah penduduk maka semakin kompleks
pemerintahan tersebut sehingga semakin tinggi tingkat pengungkapannya.
Variabel Temuan audit memiliki nilai koefisien regresi sebesar 0.011 dengan signifikansi sebesar 0.208 lebih besar dari α (0.05). Temuan audit tidak berpengaruh terhadap tingkat pengungkapan laporan keuangan pemerintah provinsi. Temuan
audit tidak berpengaruh, disebabkan karena BPK akan memberikan saran
kepada pemerintah provinsi untuk memperbaiki temuan-temuan audit yang
mereka temukan, dengan adanya perbaikan maka opini yang diberikan akan
mendapatkan opini wajar. Sehingga jumlah temuan audit tidak berpengaruh
terhadap tingkat pengungkapan.
|
Kesimpulan Penelitian
|
Berdasarkan
hasil penelitian dapat ditarik kesimpulan yaitu tingkat ketergantungan
berpengaruh negative terhadap tingkat pengungkapan laporan keuangan
pemerintah provinsi, Pendapatan Asli Daerah tidak berpengaruh terhadap tingkat pengungkapan laporan keuangan pemerintah provinsi, Belanja modal memiliki pengaruh signifikan terhadap tingkat pengungkapan laporan keuangan pemerintah provinsi,Jumlah penduduk memiliki pengaruh yang signifikan terhadap tingkat pengungkapan laporan keuangan pemerintah provinsi, dan Temuan audit tidak berpengaruh terhadap tingkat pengungkapan laporan keuangan pemerintah provinsi.
|
Pendapat Mengenai Jurnal
|
Menurut
saya secara keseluruhan isi dari jurnal ini sudah baik, hanya saja
terdapat beberapa variabel independen yang tidak memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap variabel dependen. Hal tersebut mungkin dapat
dipengaruhi oleh factor lingkugan, social dan objek yang
diteliti. Saran untuk peneliti selanjutnya agar dapat menyajikan
rentang waktu penelitian yang lebih panjang dan menambah variabel
indepen yang dapat memiliki pengaruh yang lebih besar dalam hal
pengungkapan yang dilakukakan oleh pemerintah provins
|
Selasa, 03 Januari 2017
ANALISIS PENGARUH KINERJA KEUANGAN BANK, TINGKAT INFLASI DAN BI RATE TERHADAP PERTUMBUHAN LABA (STUDI PADA BANK SWASTA DEVISA YANG TERDAFTAR PADA BURSA EFEK INDONESIA PERIODE 2009-2013)
Heri Prasetyo
4eb17
Tugas 1
Akuntansi Internasional
Seiiring
perkembangan bank yang pesat, memunculkan persaingan yang ketat diantara bank,
seperti halnya penetapan tingkat suku bunga bank. Hal ini menciptakan suatu
kondisi pasar yang dinamis yang akhirnya menuntut bank untuk bekerja lebih
efektif dan efisien guna mempertahankan perannya dalam sistem perbankan
nasional. Berdasarkan buletin ekonomi moneter dan perbankan yang diterbitkan
Bank Indonesia (2012), pada tahun 2008 kondisi perekonomian
Indonesia sempat surut akibat krisis global. Namun laba bersih perbankan
nasional terus meningkat menjadi 23,6% yang sebelumnya hanya 16% pada tahun
2006. Nilai keuntungan yang berhasil dibukukan adalah senilai Rp 35.015 triliun
setelah dikurangi pajak. Pengukuran kinerja keuangan menggunakan analisis CAMEL
(Capital, Asset, Management, Earning, Liquidity) yang akan dilihat pengaruhnya
pada pertumbuhan laba perbankan swasta devisa yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia periode 2009-2013. Teknik analisis data dalam penelitian ini
menggunakan analisis regresi berganda dengan teknik pengambilan data purposive
sampling. Pengujian dilakukan secara parsial (uji t) dan simultan (uji F) pada
variabel CAR, NPL, BOPO, LDR, tingkat inflasi, dan BI rate terhadap pertumbuhan
laba. Hasil pengujian memperlihatkan pengaruh antara variabel BOPO terhadap
pertumbuhan laba secara parsial Pada pengujian parsial terhadap variabel
lainnya tidak menunjukan adanya pengaruh pada pertumbuhan laba. Secara simultan
keseluruhan variabel berpengaruh terhadap pertumbuhan laba.
Kata kunci: BI Rate, BOPO, CAR, Inflasi, LDR, NPL,
Pertumbuhan Laba
Latar Belakang
Bank adalah
salah satu lembaga keuangan yang memiliki peranan penting dalam sistem keuangan
di Indonesia. Pengertian bank menurut Undang-Undang (UU) Perbankan No. 10 tahun
1998 dalam pasal 1 (Undang-Undang Perbankan, 1998), bank adalah suatu badan
usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan
menyalurkannya dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya, dalam rangka
meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Melalui kegiatan perkreditan dan jasa
yang diberikan, bank melayani kebutuhan pembebanan serta membantu memperlancar
sistem pembayaran bagi sektor perekonomian.
Perbankan di
Indonesia memiliki tujuan strategis sebagaimana dijelaskan dalam pasal 4 UU
Perbankan tahun 1992 (Undang-Undang Perbankan, 1998) yaitu menunjang
pelaksanaan pembangunan nasional untuk meningkatkan pemerataan, pertumbuhan
ekonomi, dan stabilitas nasional menuju peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Perbankan juga berperan aktif dalam memajukan perekonomian suatu negara. Bank
yang berfungsi menyalurkan dana dalam bentuk kredit kepada masyarakat telah
membantu menyediakan modal usaha sehingga dapat menggerakan sektor riil.
Pergerakan sektor riil yang semakin baik akan berpengaruh pada peningkatan
pendapatan nasional (Mankiw, 2011).
Pada awal tahun
1980-an terjadi perubahan pada dunia perbankan. Setiap bank diberikan kebebasan
untuk mencari nasabah sendiri. Hal ini didukung oleh keteapan pemerintah yang
mengeluarkan Paket Kebijakan Oktober (Pakto 88) dan UU Republik Indonesia No. 7
tahun 1992 yang menjadikan industri perbankan berkembang pesat. Kebijakan ini
ditandai dengan munculnya bank-bank swasta baru di Indonesia yang menawarkan
berbagai jenis produk perbankan seperti deposito, giro, tabungan, dan
sebagainya pada masyarakat. Disamping itu, guna memenuhi kebutuhan dana
tambahan, bank juga menawarkan produk dalam bentuk kredit.
Berdasarkan
buletin ekonomi moneter dan perbankan yang diterbitkan Bank Indonesia (2012),
pada tahun 2008 kondisi perekonomian Indonesia sempat surut akibat krisis
global. Namun laba bersih perbankan nasional terus meningkat menjadi 23,6% yang
sebelumnya hanya 16% pada tahun 2006. Nilai keuntungan yang berhasil dibukukan
adalah senilai Rp 35.015 triliun setelah dikurangi pajak.
Pertumbuhan
laba yang terjadi pada industri perbankan nasional merupakan suatu hal yang
baik guna menopang perekonomian domestik Indonesia. Hal ini didukung oleh
penelitian yang telah dilakukan sebelumnya oleh Mukhlis (2012) dimana untuk
menilai kinerja keuangan perbankan yang mendorong perekonomian Indonesia
umumnya digunakan lima aspek penilaian yaitu Capital, Assets,
Management, Earning, and Liquidity (CAMEL). Empat dari lima aspek
tersebut (capital, assets, earning, liquidity) dinilai menggunakan rasio
keuangan. Aspek capital dinilai menggunakan Capital
Adequacy Ratio (CAR), aspek assets dinilai
menggunakan Non Performing Loan (NPL), aspek earning dinilai
menggunakan Beban Operasional/Pendapatan Operasional (BOPO), sedangkan untuk
aspek liquidity dinilai menggunakan Loan to Deposit
Ratio (LDR). Selain itu, inflasi dan penentuan tingkat Bank
Indonesia Rate (BI Rate) yang terjadi di Indonesia
juga kerap memengaruhi pertumbuhan laba perbankan nasional.
Dengan
melakukan analisis CAR, NPL, BOPO, LDR, tingkat
inflasi, dan BI rate, kinerja dan kesehatan perbankan dapat
diukur sehingga bank tersebut dapat memberikan kontribusi yang lebih baik lagi
bagi perkembangan ekonomi nasional. Dari latar belakang di atas, akan diteliti
permasalahan tentang pengaruh Capital Adequacy Ratio (CAR),
Non Performing Loan (NPL), Beban Operasional terhadap
Pendapatan Operasional (BOPO), Loan to Deposit Ratio (LDR), inflasi,
Bank Indonesia Rate (BIRate) terhadap pertumbuhan laba
secara parsial maupun simultan.
Kinerja
Keuangan
Kinerja
keuangan adalah suatu analisis yang dilakukan untuk melihat sejauh mana suatu
perusahaan telah melaksanakan keuangannya dengan menggunakan aturan-aturan
pelaksanaan keuangan secara baik dan benar. Kinerja keuangan juga merupakan
suatu gambaran tentang kondisi keuangan suatu perusahaan yang dianalisis dengan
alat analisis keuangan, sehingga dapat diketahui mengenai baik buruknya keadaan
keuangan suatu perusahaan yang mencerminkan prestasi kerja dalam periode
tertentu (Fahmi, 2011).
Penilaian
kinerja keuangan merupakan suatu cara yang dapat dilakukan oleh pihak manajemen
agar dapat memenuhi kewajibannya terhadap para pemangku kepentingan dan juga
untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan oleh perusahaan.
Adapun manfaat
dari penilaian kinerja keuangan dalam buku Analisis Laporan Keuangan (Fahmi,
2011) adalah sebagai berikut:
1. Mengukur prestasi yang dicapai oleh suatu
organisasi dalam suatu periode tertentu yang mencerminkan tingkat keberhasilan
pelaksanaan kegiatannya.
2. Digunakan untuk melihat kinerja organisasi secara
keseluruhan dan kontribusi suatu bagian dalam pencapaian tujuan perusahaan
secara keseluruhan.
3. Digunakan sebagai dasar penentuan strategi
perusahaan dimasa yang akan datang.
4. Memberi petunjuk dalam pembuatan keputusan dan
kegiatan organisasi pada umumnya dan divisi atau bagian organisasi pada
khususnya.
5. Sebagai
dasar penentuan kebijakan penanaman modal agar dapat meningkatkan efisiensi dan
produktivitas perusahaan.
Pengukuran
Kinerja Perbankan
Menurut Koch
(2009) kinerja atau kemampuan bank dalam meningkatkan nilai usahanya melalui
peningkatan laba, aset, dan prospek ke depan sejak tahun 1987 dievaluasi dengan
metode CAMEL (Capital-Asset-Management-Earning-Liquidity). Namun fokus
evaluasi tetap mendasarkan pada aspek-aspek earning atau
profitabilitas dan risiko. Aspek profitabilitas diukur dengan ROA, ROE,
NIM (Net Interest Margin) dan Asset Utilization.
Koch (2009)
juga menjelaskan bahwa usaha perbankan, tingkat pendapatan dan kelangsungan
usaha dipengaruhi oleh Credit Risk, Liquidity Risk, Interest Risk,
Operational Risk, dan Solvency Risk. Credit risk merupakan
risiko kerugian yang disebabkan oleh ketidakmampuan (gagal bayar) dari debitur
atas kewajiban pembayaran hutangnya, baik utang pokok maupun bunganya. Bagi
banyak bank, pertumbuhan kredit sama pentingnya dengan pertumbuhan pendapatan.
Permasalahan yang timbul adalah munculnya kesulitan bagi bank untuk menentukan
porsi yang tepat dari kedua sektor tersebut. Untuk mengatasi hal tersebut, bank
menggunakan perhitungan Loan Growth Rate dan Deposit
Growth Rate sebagai pertimbangan manajemen dalam hal menentukan kapan
pendanaan harus dilakukan maupun dihambat. Loan Growth Rate merupakan
perhitungan yang dilakukan oleh manajemen bank atas total pendanaan yang
diberikan bank terhadap total dana pihak ketiga yang berhasil dihimpun dalam
suatu periode. Deposit Growth Ratemerupakan perhitungan atas total
dana pihak ketiga yang dihimpun terhadap total pendanaan yang diberikan pada
nasabah dalam suatu periode. Liquidity Riskmerupakan variasi
pendapatan dan modal yang dikaitkan dengan variasi bank dalam memperoleh dana
dan beban dana (Cost of Money). Interest Risk menunjukan
variasi pendapatan yang terjadi akibat variasi tingkat beban bunga. Operational
Riskmerupakan variasi pendapatan bank berkaitan dengan kebijakan-kebijakan
bank yang diukur dengan efisiensi beban operasi dan pendapatan operasi. Solvency
Riskmenunjukan variasi pendapatan dengan tingkat modal dan kecukupannya.
Rasio
permodalan (Capital), kualitas aset produktif (Assets Quality),
manajemen (Management), pendapatan (Earning), likuiditas (Liquidity)
telah ditetapkan oleh otoritas moneter di Indonesia yang tertuang dalam Surat
Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 26/23/KEP/DIR tanggal 29 Mei 1993 tentang
tata cara penilaian tingkat kesehatan bank.
Laba
Laba adalah
perbedaan antara pendapatan (Revenue) yang direalisasi, timbul dari
transaksi pada periode tertentu dengan beban-beban yang dikeluarkan pada
periode tersebut (Harahap, 2011). Pada penelitian ini, laba yang dimaksud
merupakan laba setelah dikurangi pajak. Laba juga merupakan jumlah residual
yang tersedia setelah semua beban (termasuk penyesuaian pemeliharaan modal jika
ada) dikurangkan pada penghasilan. Jika beban melebihi penghasilan, maka jumlah
residualnya merupakan kerugian bersih.
Pertumbuhan
laba yang dimaksud dalam penelitian ini dihitung dari selisih jumlah laba tahun
bersangkutan dengan jumlah laba tahun sebelumnya.
Inflasi
Inflasi
merupakan kecenderungan dari harga-harga yang secara umum naik dan berlangsung
terus menerus (Mankiw, 2011). Kenaikan yang dimaksudkan merupakan kenaikan
secara meluas (berbagai sektor). Inflasi juga merupakan suatu keadaan yang
timbul karena tidak adanya keseimbangan antara permintaan akan barang-barang
dengan persediaannya.
Inflasi
merupakan salah satu ukuran perekonomian suatu negara. Beberapa klasifikasi
inflasi menurut sifatnya adalah:
a. Inflasi
lambat
Kenaikan harga
terjadi secara lambat dengan persentase kecil dalam jangka waktu yang relatif
lama (<10% per tahun).
b. Inflasi
menengah
Kenaikan harga
cukup besar dan berjalan dalam waktu yang relatif pendek serta memiliki sifat
akselerasi.
c. Inflasi
tinggi
Kenaikan harga
yang mencapai 5 hingga 6 kali keadaan normal. Nilai uang merosot tajam hingga
daya beli masyarakat menurun drastis.
Bi Rate
Bank Indonesia Rate (BI Rate)
merupakan suku dengan tenor 1 bulan yang diumumkan oleh Bank Indonesia secara
periodik yang berfungsi sebagai kebijakan moneter. Secara sederhana, BI Rate merupakan
indikasi suku bunga jangka pendek yang diinginkan Bank Indonesia dalam upaya
mencapai target inflasi (Bank Indonesia, 2014).
Sasaran akhir
suatu kebijakan moneter dalam arti luas mencakup stabilitas harga, pertumbuhan
ekonomi, perluasan kesempatan kerja, keseimbangan neraca pembayaran, stabilitas
finansial, serta stabilitas pasar valuta asing. Respons kebijakan yang dimaksud
dinyatakan dalam kenaikan, penurunan atau tidak berubahnya BI Rate,
sebagai sinyal kebijakan moneter untuk mengarahkan dan memengaruhi suku bunga
yang berlaku di pasar keuangan.
Penetapan
respons kebijakan moneter biasa dilakukan dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG)
triwulan dan berlaku selam triwulan berjalan. Apabila diperlukan, BI Rate juga
dapat diubah dalam RDG bulanan. BI Rate ditetapkan oleh Dewan
Gubernur Bank Indonesia dengan mempertimbangkan rekomendasi BI Rate yang
dihasilkan oleh fungsi reaksi kebijakan dalam model ekonomi untuk pencapaian
sasaran inflasi. Selain itu, BI Rate yang ditetapkan juga
mempertimbangkan berbagai informasi lainnya seperti leading indicators, survei,
informasi variabel, expert opinion, assessment faktor risiko
dan ketidakpastian serta hasil riset ekonomi dan kebijakan moneter.
Penelitian Terdahulu
Tabel 1 Penelitian Terdahulu
Nama
|
Judul
|
Variabel yang Digunakan
|
Hasil Penelitian
|
Sugiani & Werastuti (2015)
|
Pengaruh NPL, LDR, Nilai Komposit GCG,
NIM, BOPO, dan CAR terhadap Pertumbuhan Laba Perbankan
|
Independen:
NPL, LDR, Nilai Komposit GCG, NIM,
BOPO, CAR
Dependen: Pertumbuhan Laba
|
Variabel CAR tidak berpengaruh
terhadap pertumbuhan laba, namun variabel lainnya memiliki pengaruh
signifikan.
|
Aini (2013)
|
Pengaruh CAR, NIM, LDR, NPL, BOPO, dan
Kualitas Aktiva Produktif terhadap Perubahan Laba
|
Independen: CAR, NIM, LDR, NPL, BOPO,
Kualitas Aktiva
Dependen: Perubahan Laba
|
Variabel LDR tidak berpengaruh
terhadap pertumbuhan laba. Variabel lain memiliki pengaruh.
|
Gunawan & Wahyuni (2013)
|
Pengaruh Rasio Keuangan terhadap
Pertumbuhan Laba pada Perusahaan Perdagangan di Indonesia
|
Independen: TATO, FATO, ITO,
CR, DAR, dan DER
Dependen: Pertumbuhan Laba
|
Terdapat pengaruh signifikan baik
secara parsial maupun simultan antara variabel dependen dan independen.
|
Prasanjaya & Ramantha (2013)
|
Analisis Pengaruh CAR, BOPO, LDR, dan
Ukuran Perusahaan terhadap Profitabilitas Bank yang Terdaftar di BEI
|
Independen: CAR,BOPO, LDR, dan
Total Asset
Dependen: Pertumbuhan Laba
|
Terdapat pengaruh signifikan secara
simultan antara variabel Pertumbuhan Laba dengan CAR,BOPO, LDR, dan
Total Asset.
|
Sahara (2013)
|
Analisis Pengaruh Inflasi, Suku Bunga
BI, dan Produk Domestik Bruto terhadap Return On Asset Bank Syariah di
Indonesia
|
Independen: Tingkat Inflasi, BIRate,
dan PDB
Dependen: Pertumbuhan Laba
|
Terdapat pengaruh negatif antara
pertumbuhan laba terhadap BI Rate, Terdapat pengaruh antara
pertumbuhan laba terhadap tingkat inflasi dan PDB.
|
Wibowo & Syaichu (2013)
|
Analisis Pengaruh Suku Bunga, Inflasi,
CAR, BOPO, dan NPF terhadap Profitabilitas Bank Syariah
|
Independen: Suku Bunga, Inflasi, CAR,
BOPO, NPF
Dependen: Profitablitas
|
Tingkat inflasi tidak berpengaruh pada
profitabilitas. Variabel lain memiliki pengaruh.
|
Model
Penelitian
Dasar
penelitian ini menggunakan rasio-rasio keuangan sebagai variabel independen dan
pertumbuhan laba sebagai variabel dependen. Adapun rasio-rasio keuangan yang
digunakan meliputi CAR, NPL, LDR, BOPO, serta tingkat inflasi,
dan BI rate. Analisis rasio keuangan merupakan cara yang umum
digunakan dalam membuat analisis laporan keuangan. Hasil analisis tersebut
dapat menggambarkan kinerja dari suatu bank.
Dengan
demikian, kerangka pikir dalam melihat pengaruh rasio keuangan (CAR, NPL,
LDR, dan BOPO) serta tingkat inflasi, dan BI rate terhadap
pertumbuhan laba bank swasta devisa dapat dilihat pada gambar II.3.2 berikut
ini:
Gambar 1. Model Penelitian
Capital Adequacy Ratio Berpengaruh Terhadap Pertumbuhan Laba
Penelitian-penelitian
terdahulu telah menunjukan bahwa rasio kecukupan modal/Capital Adequacy
Ratio (CAR) memiliki pengaruh terhadap pertumbuhan laba sebuah
perusahaan. CAR adalah rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan bank dalam
mempertahankan modal dan kemampuan dalam mengidentifikasi, mengukur, dan
mengendalikan risiko-risiko yang mungkin timbul terhadap besarnya modal bank
(Prasanjaya & Ramantha, 2013).
Nilai
CAR yang dimiliki suatu bank akan memengaruhi kondisi bank tersebut. Nilai CAR
yang tinggi berarti bahwa bank tersebut mampu membiayai operasional, serta
menguntungkan bagi bank tersebut karena di kemudian hari akan memberikan
kontribusi yang cukup besar terhadap pertumbuhan laba (Hutagalung, Djumahir,
& Ratnawati, 2013). Sesuai peraturan Bank Indonesia nomor 15/12/PBI/2013,
nilai CAR yang harus dicapai oleh suatu bank adalah minimal 9% (Bank Indonesia,
2013).
Uraian
di atas menerangkan bahwa terdapat pengaruh antara CAR terhadap pertumbuhan
laba. Dengan demikian, hipotesis yang digunakan adalah:
H1: Capital
Adequacy Ratio (CAR) berpengaruh terhadap pertumbuhan laba.
Non
Performing Loan Berpengaruh
Terhadap Pertumbuhan Laba
Risiko
adalah potensi terjadinya suatu peristiwa (event) yang dapat menimbulkan
kerugian bagi bank (Bank Indonesia, 2014). Salah satu risiko yang dihadapi
adalah risiko kredit. Risiko kredit merupakan risiko yang terjadi akibat dana
yang disalurkan bank kepada pihak lain mengalami gagal bayar.
Kondisi
tidak terpenuhinya kewajiban debitur pada bank disebut Non Performing
Loan (NPL). Apabila nilai NPL suatu bank tinggi maka akan memperbesar
biaya, baik biaya pencadangan aset produktif maupun biaya lainnya, sehingga
memungkinkan potensi kerugian bagi bank tersebut (Mukhlis, 2012).
Uraian
di atas menerangkan bahwa terdapat pengaruh antara NPL terhadap pertumbuhan
laba. Dengan demikian, hipotesis yang digunakan adalah:
H2: Non
Performing Loan (NPL) berpengaruh terhadap pertumbuhan laba.
Beban
Operasional Dan Pendapatan Operasional (Bopo) Berpengaruh Terhadap Pertumbuhan
Laba
Penelitian
terdahulu yang telah dilakukan oleh Agustina dan Budiman (2011) menunjukan
hasil bahwa Beban Operasional dan Pendapatan Operasional (BOPO) akan memiliki
pengaruh terhadap pertumbuhan laba. BOPO merupakan rasio perbandingan antara
beban operasional dan pendapatan operasional suatu bank. Dengan melakukan
perhitungan tersebut, bank akan mencapai efisiensi operasionalnya, sehingga
keseluruhan biaya yang dikeluarkan bank tersebut dapat diminimalisisr dan
berdampak terhadap pertumbuhan laba (Hutagalung, Djumahir, & Ratnawati,
2013).
Bank
Indonesia menetapkan angka terbaik untuk rasio BOPO adalah <90%. Apabila
rasio BOPO tersebut melebihi 90% hingga mendekati angka 100% maka bank tersebut
dapat dikategorikan tidak efisien dalam menjalankan operasionalnya (Bank
Indonesia, 2013).
Uraian
di atas menerangkan bahwa terdapat pengaruh antara BOPO dengan pertumbuhan
laba. Dengan demikian, hipotesis yang digunakan adalah:
H3:
Beban Operasional dan Pendapatan Operasional (BOPO) berpengaruh terhadap
pertumbuhan laba.
Loan
To Deposit Ratio Berpengaruh
Terhadap Pertumbuhan Laba
Suatu
bank dikatakan likuid apabila dapat memenuhi seluruh kewajiban jangka pendeknya
dalam bentuk membayar kembali semua deposannya, serta memenuhi seluruh
permintaan kredit yang diajukan tanpa terjadi penangguhan (Harmono, 2012).
Ukuran yang digunakan bagi bank untuk mengukur tingkat likuiditasnya adalah
dengan menggunakan Loan to Deposit Ratio (LDR). LDR menyatakan seberapa besar kemampuan bank dalam membayar kembali
penarikan dana yang dilakukan deposan dengan mengandalkan kredit sebagai sumber
likuiditasnya. Dengan mengandalkan kredit sebagai sumber likuiditasnya,
diharapkan bank tersebut juga mampu mengelola pertumbuhan laba sejalan dengan
selisih suku bunga simpanan dan suku bunga kredit (Mukhlis, 2012). Besarnya
rasio LDR menurut peraturan Bank Indonesia adalah maksimum
110% (Bank Indonesia, 2013).
Uraian di atas
menerangkan bahwa terdapat pengaruh antara LDR dengan pertumbuhan laba. Dengan
demikian, hipotesis yang digunakan adalah:
H4: Loan to Deposit Ratio (LDR)
berpengaruh terhadap pertumbuhan laba.
Tingkat Inflasi
Berpengaruh Terhadap Pertumbuhan Laba
Inflasi
merupakan kecenderungan dari harga-harga yang secara umum naik dan berlangsung
terus menerus (Mankiw, 2011). Kenaikan yang dimaksudkan merupakan kenaikan
secara meluas (berbagai sektor). Inflasi juga merupakan suatu keadaan yang
timbul karena tidak adanya keseimbangan antara permintaan akan barang-barang
dengan persediaannya.
Penelitian yang
dilakukan oleh Sahara (2013) menunjukan hasil bahwa terdapat pengaruh antara
tingkat inflasi dalam periode penelitian terhadap pertumbuhan laba perbankan.
Pada keadaan tingkat inflasi yang tinggi, minat publik untuk menyimpan uangnya
di bank mulai meningkat karena Bank Indonesia umumnya akan menaikan tingkat suku
bunga sehingga kondisi uang beredar akan menurun. Dengan meningkatnya simpanan
publik di bank tersebut, maka bank akan mendapatkan laba dari selisih bungan
simpanan dengan bunga kredit yang juga meningkat.
Uraian di atas
menerangkan bahwa terdapat pengaruh antara tingkat inflasi terhadap pertumbuhan
laba. Dengan demikian, hipotesis yang digunakan adalah:
H5: Tingkat inflasi berpengaruh terhadap pertumbuhan
laba.
Bank Indonesia Rate (Bi Rate)
Berpengaruh Terhadap Pertumbuhan Laba
Bank Indonesia Rate (BI Rate)
merupakan suku dengan tenor 1 bulan yang diumumkan oleh Bank Indonesia secara
periodik yang berfungsi sebagai kebijakan moneter. Secara sederhana, BI Rate merupakan
indikasi suku bunga jangka pendek yang diinginkan Bank Indonesia dalam upaya
mencapai target inflasi (Bank Indonesia, 2014).
Kenaikan BI Rate akan
memunculkan minat bank di Indonesia untuk menambah simpanan mereka
masing-masing pada bank sentral dengan tujuan mendapatkan laba lebih tinggi
dibanding periode sebelumnya. Guna menambah simpanan pada bank sentral,
masing-masing bank akan berusaha menarik minat masyarakat untuk menyimpan uang
mereka pada bank tersebut, serta menaikan suku bunga kredit agar terdapat
selisih lebih laba lebih tinggi (Sahara, Analisis Pengaruh Inflasi, Suku Bunga
BI, dan Produk Domestik Bruto terhadap Return On Asset Bank Syariah di
Indonesia, 2013).
Uraian di atas
menerangkan bahwa BI Rate berpengaruh terhadap pertumbuhan
laba. Dengan demikian, hipotesis yang digunakan adalah:
H6: Bank Indonesia Rate (BI Rate)
berpengaruh terhadap pertumbuhan laba.
Capital
Adequacy Ratio, Non Performing Loan, Beban Operasional Dan Pendapatan Operasional, Loan To Deposit
Ratio, Tingkat Inflasi, Dan Bank Indonesia Rate Berpengaruh
Terhadap Pertumbuhan Laba
Beberapa
penelitian terdahulu menunjukan bahwa analisis rasio-rasio keuangan untuk
menilai kinerja suatu perusahaan memiliki pengaruh terhadap pertumbuhan laba.
Menurut Agustina dan Budiman (2011), rasio CAR, NPL, dan BOPO memiliki pengaruh
secara bersama-sama (simultan) terhadap pertumbuhan laba perbankan. Dalam
penelitian yang dilakukan Mukhlis (2012), rasio CAR dan NPL juga memiliki
pengaruh secara simultan terhadap pertumbuhan laba.
Selain kinerja
keuangan, pertumbuhan laba suatu perusahaan juga terpengaruh oleh faktor inflasi.
Inflasi dapat terjadi karena adanya penurunan suku bunga yang ditetapkan oleh
bank sentral, sehingga uang tunai yang beredar di publik terlalu banyak (Bank
Indonesia, 2012). Dampaknya, permintaan uang tunai makin meningkat dan juga
terjadi peningkatan daya beli masyarakat yang tidak seiiring dengan kenaikan
output produksi yang pada akhirnya menyebabkan harga barang dan jasa meningkat.
Hal tersebut juga berdampak pada perubahan angka keuntungan yang akan diperoleh
perusahaan tersebut (Sahara, Analisis Pengaruh Inflasi, Suku Bunga BI, dan
Produk Domestik Bruto terhadap Return On Asset Bank Syariah di Indonesia,
2013).
Tabel 5. Hasil Uji F (ANOVA)
Berdasarkan
tabel IV.8 diatas diperoleh nilai Fhitung sebesar 2,728. Nilai tersebut lebih besar dibandingkan
nilai Ftabel sebesar 2,19. Nilai signifikansi pada uji F tersebut
adalah 0,017. Nilai tersebut lebih kecil dibandingkan nilai α sebesar 0,05.
Berdasarkan dua hal tersebut dapat disimpulkan bahwa H1 diterima
sehingga hipotesis yang menyatakan CAR, NPL, BOPO, LDR, tingkat
inflasi, dan BI rateberpengaruh secara simultan terhadap
pertumbuhan laba diterima.
Koefisien
Determinasi
Koefisien
determinasi merupakan besarnya kekuatan pengaruh variabel independen terhadap
variabel dependen (Priyatno D. , 2012). Dengan melihat nilai R2 tersebut
maka besarnya pengaruh dari variabel independen dengan dependen dapat terlihat
dengan merubahnya ke bentuk persen terlebih dahulu. Adapun hasil perhitungan
koefisien determinasi dapat dilihat pada tabel IV.9 berikut ini:
Tabel 6. Hasil Koefisien Determinasi (R2)
Berdasarkan
tabel 6 diatas diperoleh hasil koefisien determinasi (R2)
sebesar 0,137 (13,7%). Hal tersebut memiliki arti bahwa sumbangan pengaruh
variabel CAR, NPL,BOPO, LDR, tingkat inflasi, dan
BI rate terhadap pertumbuhan laba perbankan adalah sebesar
13,7%, sedangkan sisanya sebesar 86,3% adalah pengaruh dari variabel lain yang
tidak dimasukan ke model penelitian ini.
Penutup
Penelitian ini
digunakan untuk menjawab tujuan penelitian yang telah dirumuskan sebelumnya,
yaitu untuk menganalisis pengaruh kinerja keuangan bank, tingkat inflasi, dan
BI rate terhadap pertumbuhan laba pada bank swasta devisa yang
terdaftar di BEI pada periode 2009 hingga 2013. Hasil pengujian hipotesis
menggunakan analisis statistik deskriptif dan analisis regresi berganda
terhadap variabel independen (CAR, NPL, BOPO, LDR, tingkat
inflasi, dan BI rate) dan variabel dependen yakni pertumbuhan laba
menunjukan bahwa:
1. Variabel Capital Adequacy Ratio (CAR)
secara parsial tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan laba bank swasta devisa
yang terdaftar di BEI pada periode 2009-2013. Regulasi perbankan yang ketat
terhadap CAR menjadikan bank hanya terfokus pada nilai CAR yang
mengakibatkan tidak terjadinya pertumbuhan laba.
2. Variabel Non Performing Loan (NPL)
secara parsial tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan laba bank swasta devisa
yang terdaftar di BEI pada periode 2009-2013. Bank telah mengasuransikan kredit
yang disalurkan pada nasabahnya sehingga kredit macet yang terjadi di kemudian
hari tidak langsung memengaruhi pertumbuhan laba.
3. Variabel Beban Operasional terhadap Pendapatan
Operasional (BOPO) secara parsial berpengaruh terhadap pertumbuhan laba bank
swasta devisa yang terdaftar di BEI pada periode 2009-2013. Efisiensi
operasional yang dilakukan perusahaan secara langsung memengaruhi pertumbuhan
laba.
4. Variabel Loan to Deposit Ratio (LDR)
secara parsial tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan laba bank swasta devisa
yang terdaftar di BEI pada periode 2009-2013. Dana pihak ketiga yang berhasil
dihimpun bank tidak sepenuhnya disalurkan kembali dalam bentuk kredit sehingga
bank memiliki sejumlah dana diam (idle fund) yang berdampak pada tidak
adanya pertumbuhan laba.
5. Variabel tingkat inflasi secara parsial tidak
berpengaruh terhadap pertumbuhan laba bank swasta devisa yang terdaftar di BEI
pada periode 2009-2013. Peningkatan harga secara umum akibat inflasi
mengakibatkan naiknya biaya operasional perusahaan, namun diwaktu yang sama
pemerintah menaikan tingkat suku bunga untuk menarik minat masyarakat
meningkatkan simpanan. Hal tersebut saling berlawanan sehingga pertumbuhan laba
tidak terjadi.
6. Variabel BI rate secara parsial
tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan laba bank swasta devisa yang terdaftar
di BEI pada periode 2009-2013. Peningkatan BI ratebertujuan menahan
laju inflasi dengan cara menaikan suku bunga simpanan dan suku bunga kredit.
Dampak yang muncul adalah permohonan kredit masyarakat cenderung turun akibat
dari naiknya suku bunga kredit. Keadaan tersebut mengakibatkan tidak terjadinya
pertumbuhan laba.
7. Secara
bersama-sama (simultan) variabel CAR, NPL, BOPO, LDR,
tingkat inflasi, dan BI rate berpengaruh terhadap pertumbuhan
laba bank swasta devisa yang terdaftar di BEI pada periode 2009-2013. Dengan
menjaga rasio-rasio serta kondisi perekonomian yang diukur dengan tingkat
inflasi dan BI rate bank dapat mengambil setiap keputusan
dengan tepat sehingga pertumbuhan laba terjadi pada setiap periode.
Adapun
saran-saran yang dapat diberikan melalui hasil penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagi investor/nasabah hendaknya memerhatikan
informasi-informasi terkait kinerja keuangan bank berupa rasio keuangan,
khususnya rasio beban operasional terhadap pendapatan operasional (BOPO) yang
memiliki pengaruh terhadap pertumbuhan laba agar menjadi pertimbangan dalam
melakukan investasi pada perusahaan perbankan.
2. Bagi perusahaan hendaknya tidak hanya berfokus
menjaga rasio-rasio keuangan sesuai regulasi. Pertumbuhan laba sebagai salah
satu faktor yang meningkatkan kredibilitas juga perlu diperhatikan untuk
menjaga kelangsungan hidup perusahaan dan kepercayaan nasabah/investor.
3. Bagi
peneliti selanjutnya sebaiknya memperluas area penelitian dan menambahkan
faktor-faktor lain selain variabel CAR, NPL, BOPO, LDR,
tingkat inflasi, dan BI rate, seperti kualitas aset, Loan
Growth Rate (LGR), serta Deposit Growth Ratio (DGR)
yang juga memengaruhi pertumbuhan laba perusahaan.
DAFTAR
PUSTAKA
Agustina, Y., & Budiman, H. (2011).
Analisis Performa Keuangan BPR Konvensional
(Studi
Kasus: BPR di Jawa dan Sumatra). Jurnal Akuntansi dan
Keuangan.
Universitas Lampung, 73-83.
Aini, N. (2013). Pengaruh CAR, NIM, LDR,
NPL, BOPO, dan Kualitas Aktiva Produktif
terhadap Perubahan
Laba. Jurnal Dinamika Akuntansi, Keuangan dan
Perbankan.Stikubank
Semarang., 14-25.
Bank Indonesia. (2013). Arsitektur
Perbankan Indonesia (API). Dipetik November 6,
2014,
dar http://www.bi.go.id/id/perbankan/arsitektur/
Contents/
Default.aspx
Bank Indonesia. (2013). Bank
Indonesia. Diambil kembali dari Peraturan Bank
Indonesia: http://www.bi.go.id/id/peraturan/perbankan/Documents/
pbi_151213rev.pdf
Bank Indonesia. (2014, November 4). Ruang
Media. Dipetik November 6, 2014,
dari
Bank Indonesia: http://www.bi.go.id/id/ruang-media/info-terbaru/
Pages/Keyakinan-Konsumen Oktober-2014-Sedikit-Meningkat.aspx
Bursa Efek Indonesia.
(2015, Januari 30). Publikasi Fact Book. Diambil kembali dari
http://www. idx.co.id/id-id/beranda/publikasi/factbook.aspx
Dwijayanthy, F., & Naomi, P. (2009).
Analisis Pengaruh Inflasi, BI Rate, dan Nilai
Tukar Mata Uang
Asing terhadap Profitabilitas Bank. Jurnal Karisma.
Universitas Paramadina Jakarta.
Volume 3. No.2.
Fahmi, I. (2011). Analisis
Laporan Keuangan. Lampulo: Alfabeta.
Fathoni, M. I., & Sasongko, N.
(2012). Pengaruh Tingkat Kesehatan Bank terhadap
Pertumbuhan
Laba pada Perusahaan Sektor Perbankan. Jurnal Ekonomi
Manajemen
Sumber Daya. Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Volume
13. No.1, 15-25.
Ghozali, I. (2013). Aplikasi
Analisis Multivariate dengan Program SPSS 21.
Update
PLS Regresi.Edisi 7. Semarang:
BP Universitas Diponegoro.
Greuning, H. V., & Bratanovic, S. B.
(2009). Analyzing Banking Risk.
A
Framework for Assessing Corporate Governance and Risk Management
Third
Edition. Washington D.C: The World Bank.
Gunawan, A., & Wahyuni, S. F.
(2013). Pengaruh Rasio Keuangan terhadap
Pertumbuhan Laba
pada Perusahaan Perdagangan di Indonesia. Jurnal
Manajemen
& Bisnis.Volume 13.Nomor 1,
63-84.
Harahap, S. S. (2011). Teori
Akuntansi. Edisi Revisi. Jakarta: Rajawali Pers.
Harmono, H. (2012). Faktor Fundamental
Makro dan SKIM Bunga Kredit
sebagai
Variabel Intervening Pengaruhnya Terhadap Kinerja Bank.
Jurnal
Keuangan dan Perbankan. Universitas Merdeka Malang.
Volume
16. Nomor 1, 132-146.
Hutagalung, E. N., Djumahir, D., &
Ratnawati, K. (2013). Analisa Rasio Keuangan
terhadap Kinerja Bank
Umum di Indonesia. Jurnal Aplikasi Manajemen.
Volume
11. Nomor 1.
Kartika, N. S., & Prastiwi, D.
(2012). Pengaruh Kinerja Keuangan terhadap
Pertumbuhan Laba Perbankan Go
Public. Jurnal Akuntansi. Universitas .
Negeri
Surabaya Volume 1.
Kasmir, K. (2010). Manajemen
Perbankan. Jakarta: Rajawali Pers.
Koch, T. W., & MacDonald, S. S.
(2009). Bank Management. Seventh Edition.
USA:
South Western, Cengage Learning.
Langganan:
Postingan (Atom)