Selasa, 09 Mei 2017

Tugas 3 Review Journal

Name of Journal
Penerapan Akuntansi Internasional Terkait Masyarakat Dunia Internasional
Title of Journal
Dampak Penerapan IFRS di Negara Berkembang (Perbandingan Lintas Negara)
Date of Journal
2015
The Main Discussion
Untuk memberikan gambaran dalam membuat laporan keuangan dan dampak penerapan IFRS di setiap sektor di berbagai negara.
Summary
International Financial Reporting Standards (IFRS) adalah standar dan kerangka yang disusun oleh badan penyusun standar akuntansi internasional bernamaInternational Accounting Standards Board(IASB). Penerapan IFRS di Indonesia dimulai pada tahun 2008 sampai 2012, meliputi aktivitas adopsi IFRS, persiapan infrastruktur yang diperlukan, evaluasi terhadap PSAK yang berlaku dan penerapan PSAK IFRS secara bertahap (Zamzami, 2011). Sampai tahun 2014, konvergensi IFRS telah mencapai (Sinaga, 2014): PSAK 1 tentang Penyajian Laporan Keuangan, PSAK 4 tentang Laporan Keuangan Tersendiri, PSAK 15 tentang Investasi pada Entitas Asosiasi dan Ventura Bersama, PSAK 24 tentang Imbalan Kerja, PSAK 65 tentang Laporan Keuangan Konsolidasian, PSAK 66 tentang Pengaturan Bersama, PSAK 67 tentang Pengungkapan Kepentingan dalam Entitas Lain, dan PSAK 68 tentang Pengukuran Nilai Wajar yang berlaku efektif 1 Januari 2015.

Dampak Penerapan IFRS di China
Penelitian Ding dan Su (2008) memberikan analisis deskriptif mengenai penerapan IFRS pada pasar yang diatur oleh pemerintah daripada yang diatur oleh mekanisme pasar. Permasalahan yang membedakan peraturan standar akuntansi di China dan IFRS adalah karena definisi entitas pihak terkait di China tidak termasuk sebagian besar perusahaan milik negara (BUMN), sedangkan IFRS mempertimbangkan semua BUMN sebagai pihak terkait. BUMN China adalah badan hukum independen, dan kegiatan usaha mereka tidak berbeda dari perusahaan lain. Permasalahan kedua adalah mengenai mengenai perbedaan pembalikanimpairmentpenurunan nilai atas aset tetap.
Dampak Penerapan IFRS di Bangladesh
Penelitian Nurunnabi (2014) menyelidiki keseimbangan antara regulasi akuntansi dan pengaruh politik dalam penerapan IFRS di Bangladesh. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kurangnya kerangka peraturan akuntansi dan pengaruh politik menghambat pelaksanaan yang efektif dari IFRS. Terutama, berkaitan dengan peraturan akuntansi, beberapa masalah yang ditemukan seperti inkonsistensi antara peraturan daerah dan IFRS, kurangnya partisipasi pemangku kepentingan dalam proses penetapan standar akuntansi, banyaknya regulator, dan kurangnya penegakan hukum. Tingginya tingkat pengaruh politik juga menambah tekanan dalam pelaksanaan IFRS.

Dampak Penerapan IFRS di Nepal
Poudel et al. (2014) meneliti mengenai pengaruh lingkungan akuntansi pada saat penerapan IFRS. Masyarakat Nepal ditandai dengan konservatisme, kolektivisme dan high power distance. Keyakinan agama dan sistem kasta merupakan aspek penting dari masyarakat Nepal dan praktik akuntansi tradisional mencerminkan perbedaan budaya dan praktek-praktek perdagangan antar kelompok kasta. Sehubungan dengan IFRS, tidak ada program IFRS yang ditawarkan pada gelar akuntansi di universitas Nepal dan tingkat dalam mengajar IFRS sangat bervariasi antara lembaga. Akibatnya, perekrutan karyawan yang terampil dapat menjadi masalah bagi perusahaan karena ada kekurangan spesialisasi IFRS. Selanjutnya, penerapan IFRS merupakan sebuah beban bagi perusahaan kecil dan menengah yang bertanggung jawab untuk pelatihan mendidik karyawan. Fokus utamanya, adopsi IFRS tidak mungkin mengakibatkan peningkatan transparansi dan akuntabilitas di Nepal karena mekanisme penegakan hukum yang lemah dan adanya korupsi dan penipuan.

Minggu, 09 April 2017

Akuntansi internasional tugas 2 (rewiew jurnal Pengungkapan & Pelaporan)

Nama : Heri Prasetyo
4eb17
Nama Jurnal

Jurnal Bisnis dan Ekonomi (JBE)
Judul Jurnal
Analisis Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Tingkat Pengungkapan laporan Keuangan Pemerintah Provinsi Di Indonesia
Volume / Halaman
Vol 22, No 1 25 / 25-33
Nama Penulis
Ririn Hendriyanti & Afrizal tahar
Tanggal Jurnal
Maret 2015
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pengungkapan dalam laporan keuangan dari pemerintah provinsi di Indonesia
Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode 
 purposive sampling. Subjek dalam penelitian ini adalah ringkasan dari Laporan Keuangan Pemeriksaan Hasil Pemerintah Provinsi di Indonesia yang dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI dan jumlah penduduk diperoleh dari Buku Statistik Indonesia. Dalam penelitian ini, sampel termasuk 30 provinsi dengan periode pelaporan 3 tahun yaitu dari tahun 2012 hingga tahun 2014. Penelitian ini menggunakan analisis regresi berganda dengan menggunakan analisis data panel.
Variabel Penelitian
Variabel Bebas : Tingkat Pengungkapan
Variabel Terikat : Tingkat Ketergantungan, Rasio PAD , Belanja Modal, Jumlah Penduduk, Temuan audit
Hasil Penelitian
Rata-rata tingkat pengungkapan dalam Catatan atas laporan Keuangan selama tahun 2012 hingga tahun 2014 adalah 41,7663%.
Variabel tingkat ketergantungan memiliki nilai koefisien regresi sebesar -0.084 dengan signifikansi sebesar 0.000 lebih kecil dari α (0.05) . Tingkat ketergantungan berpengaruh negative terhadap tingkat pengungkapan laporan keuangan pemerintah provinsi. Hal ini menunjukkan bahwa dana alokasi umum yang diterima daerah tidak mempengaruhi tingkat pengungkapan
Variabel Pendapatan Asli Daerah memiliki nilai koefisien regresi sebesar 0.150 lebih besar dari α (0.05) . Pendapatan Asli Daerah tidak berpengaruh terhadap tingkat pengungkapan laporan keuangan pemerintah provinsi. Pendapatan asli daerah menunjukkan, bahwa tingginya tingkat kekayaan suatu daerah tidak akan secara otomatis melakukan pengungkapan informasi yang tinggi pula.
Variabel Belanja modal memiliki koefisien regresi sebesar 0.126 dengan signifikansi sebesar 0.002 lebih kecil dari α (0.05). Belanja modal memiliki pengaruh signifikan terhadap tingkat pengungkapan laporan keuangan pemerintah provinsiBelanja modal memiliki pengaruh signifikan terhadap tingkat pengungkapan laporan keuangan pemerintah provinsi.
Variabel Jumlah Penduduk memiliki nilai koefisien regresi sebesar 2.947 dengan signifikansi sebesar 0.000 lebih kecil dari α (0.05). Jumlah penduduk memiliki pengaruh yang signifikan terhadap tingkat pengungkapan laporan keuangan pemerintah provinsiJumlah penduduk,menunjukan bahwa jumlah penduduk merupakan proksi dari tingkat kompleksitas pemerintah. Semakin tinggi jumlah penduduk maka semakin kompleks pemerintahan tersebut sehingga semakin tinggi tingkat pengungkapannya.
Variabel Temuan audit memiliki nilai koefisien regresi sebesar 0.011 dengan signifikansi sebesar 0.208 lebih besar dari α (0.05). Temuan audit tidak berpengaruh terhadap tingkat pengungkapan laporan keuangan pemerintah provinsiTemuan audit tidak berpengaruh, disebabkan karena BPK akan memberikan saran kepada pemerintah provinsi untuk memperbaiki temuan-temuan audit yang mereka temukan, dengan adanya perbaikan maka opini yang diberikan akan mendapatkan opini wajar. Sehingga jumlah temuan audit tidak berpengaruh terhadap tingkat pengungkapan.
Kesimpulan Penelitian
Berdasarkan hasil penelitian dapat  ditarik kesimpulan yaitu tingkat ketergantungan berpengaruh negative terhadap tingkat pengungkapan laporan keuangan pemerintah provinsi, Pendapatan Asli Daerah tidak berpengaruh terhadap tingkat pengungkapan laporan keuangan pemerintah provinsiBelanja modal memiliki pengaruh signifikan terhadap tingkat pengungkapan laporan keuangan pemerintah provinsi,Jumlah penduduk memiliki pengaruh yang signifikan terhadap tingkat pengungkapan laporan keuangan pemerintah provinsi, dan Temuan audit tidak berpengaruh terhadap tingkat pengungkapan laporan keuangan pemerintah provinsi.
Pendapat Mengenai Jurnal
Menurut saya secara keseluruhan isi dari jurnal ini sudah baik, hanya saja terdapat beberapa variabel independen yang tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap variabel dependen. Hal tersebut mungkin dapat dipengaruhi oleh factor lingkugan, social dan objek yang diteliti.  Saran untuk peneliti selanjutnya agar dapat menyajikan rentang waktu penelitian yang lebih panjang dan menambah variabel indepen yang dapat memiliki pengaruh yang lebih besar dalam hal pengungkapan yang dilakukakan oleh pemerintah provins

Selasa, 03 Januari 2017

ANALISIS PENGARUH KINERJA KEUANGAN BANK, TINGKAT INFLASI DAN BI RATE TERHADAP PERTUMBUHAN LABA (STUDI PADA BANK SWASTA DEVISA YANG TERDAFTAR PADA BURSA EFEK INDONESIA PERIODE 2009-2013)

  Heri Prasetyo
4eb17
Tugas 1
Akuntansi Internasional

Seiiring perkembangan bank yang pesat, memunculkan persaingan yang ketat diantara bank, seperti halnya penetapan tingkat suku bunga bank. Hal ini menciptakan suatu kondisi pasar yang dinamis yang akhirnya menuntut bank untuk bekerja lebih efektif dan efisien guna mempertahankan perannya dalam sistem perbankan nasional. Berdasarkan buletin ekonomi moneter dan perbankan yang diterbitkan Bank Indonesia (2012), pada tahun 2008 kondisi perekonomian Indonesia sempat surut akibat krisis global. Namun laba bersih perbankan nasional terus meningkat menjadi 23,6% yang sebelumnya hanya 16% pada tahun 2006. Nilai keuntungan yang berhasil dibukukan adalah senilai Rp 35.015 triliun setelah dikurangi pajak. Pengukuran kinerja keuangan menggunakan analisis CAMEL (Capital, Asset, Management, Earning, Liquidity) yang akan dilihat pengaruhnya pada pertumbuhan laba perbankan swasta devisa yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2009-2013. Teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis regresi berganda dengan teknik pengambilan data purposive sampling. Pengujian dilakukan secara parsial (uji t) dan simultan (uji F) pada variabel CAR, NPL, BOPO, LDR, tingkat inflasi, dan BI rate terhadap pertumbuhan laba. Hasil pengujian memperlihatkan pengaruh antara variabel BOPO terhadap pertumbuhan laba secara parsial Pada pengujian parsial terhadap variabel lainnya tidak menunjukan adanya pengaruh pada pertumbuhan laba. Secara simultan keseluruhan variabel berpengaruh terhadap pertumbuhan laba.
Kata kunci: BI Rate, BOPO, CAR, Inflasi, LDR, NPL, Pertumbuhan Laba
Latar Belakang
Bank adalah salah satu lembaga keuangan yang memiliki peranan penting dalam sistem keuangan di Indonesia. Pengertian bank menurut Undang-Undang (UU) Perbankan No. 10 tahun 1998 dalam pasal 1 (Undang-Undang Perbankan, 1998), bank adalah suatu badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya, dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Melalui kegiatan perkreditan dan jasa yang diberikan, bank melayani kebutuhan pembebanan serta membantu memperlancar sistem pembayaran bagi sektor perekonomian.
Perbankan di Indonesia memiliki tujuan strategis sebagaimana dijelaskan dalam pasal 4 UU Perbankan tahun 1992 (Undang-Undang Perbankan, 1998) yaitu menunjang pelaksanaan pembangunan nasional untuk meningkatkan pemerataan, pertumbuhan ekonomi, dan stabilitas nasional menuju peningkatan kesejahteraan masyarakat. Perbankan juga berperan aktif dalam memajukan perekonomian suatu negara. Bank yang berfungsi menyalurkan dana dalam bentuk kredit kepada masyarakat telah membantu menyediakan modal usaha sehingga dapat menggerakan sektor riil. Pergerakan sektor riil yang semakin baik akan berpengaruh pada peningkatan pendapatan nasional (Mankiw, 2011).
Pada awal tahun 1980-an terjadi perubahan pada dunia perbankan. Setiap bank diberikan kebebasan untuk mencari nasabah sendiri. Hal ini didukung oleh keteapan pemerintah yang mengeluarkan Paket Kebijakan Oktober (Pakto 88) dan UU Republik Indonesia No. 7 tahun 1992 yang menjadikan industri perbankan berkembang pesat. Kebijakan ini ditandai dengan munculnya bank-bank swasta baru di Indonesia yang menawarkan berbagai jenis produk perbankan seperti deposito, giro, tabungan, dan sebagainya pada masyarakat. Disamping itu, guna memenuhi kebutuhan dana tambahan, bank juga menawarkan produk dalam bentuk kredit.
Berdasarkan buletin ekonomi moneter dan perbankan yang diterbitkan Bank Indonesia (2012), pada tahun 2008 kondisi perekonomian Indonesia sempat surut akibat krisis global. Namun laba bersih perbankan nasional terus meningkat menjadi 23,6% yang sebelumnya hanya 16% pada tahun 2006. Nilai keuntungan yang berhasil dibukukan adalah senilai Rp 35.015 triliun setelah dikurangi pajak.
Pertumbuhan laba yang terjadi pada industri perbankan nasional merupakan suatu hal yang baik guna menopang perekonomian domestik Indonesia. Hal ini didukung oleh penelitian yang telah dilakukan sebelumnya oleh Mukhlis (2012) dimana untuk menilai kinerja keuangan perbankan yang mendorong perekonomian Indonesia umumnya digunakan lima aspek penilaian yaitu Capital, Assets, Management, Earning, and Liquidity (CAMEL). Empat dari lima aspek tersebut (capital, assets, earning, liquidity) dinilai menggunakan rasio keuangan. Aspek capital dinilai menggunakan Capital Adequacy Ratio (CAR), aspek assets dinilai menggunakan Non Performing Loan (NPL), aspek earning dinilai menggunakan Beban Operasional/Pendapatan Operasional (BOPO), sedangkan untuk aspek liquidity dinilai menggunakan Loan to Deposit Ratio (LDR). Selain itu, inflasi dan penentuan tingkat Bank Indonesia Rate (BI Rate) yang terjadi di Indonesia juga kerap memengaruhi pertumbuhan laba perbankan nasional.
Dengan melakukan analisis CAR, NPL, BOPO, LDR, tingkat inflasi, dan BI rate, kinerja dan kesehatan perbankan dapat diukur sehingga bank tersebut dapat memberikan kontribusi yang lebih baik lagi bagi perkembangan ekonomi nasional. Dari latar belakang di atas, akan diteliti permasalahan tentang pengaruh Capital Adequacy Ratio (CAR), Non Performing Loan (NPL), Beban Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO), Loan to Deposit Ratio (LDR), inflasi, Bank Indonesia Rate (BIRate) terhadap pertumbuhan laba secara parsial maupun simultan.
Kinerja Keuangan
Kinerja keuangan adalah suatu analisis yang dilakukan untuk melihat sejauh mana suatu perusahaan telah melaksanakan keuangannya dengan menggunakan aturan-aturan pelaksanaan keuangan secara baik dan benar. Kinerja keuangan juga merupakan suatu gambaran tentang kondisi keuangan suatu perusahaan yang dianalisis dengan alat analisis keuangan, sehingga dapat diketahui mengenai baik buruknya keadaan keuangan suatu perusahaan yang mencerminkan prestasi kerja dalam periode tertentu (Fahmi, 2011).
Penilaian kinerja keuangan merupakan suatu cara yang dapat dilakukan oleh pihak manajemen agar dapat memenuhi kewajibannya terhadap para pemangku kepentingan dan juga untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan oleh perusahaan.
Adapun manfaat dari penilaian kinerja keuangan dalam buku Analisis Laporan Keuangan (Fahmi, 2011) adalah sebagai berikut:
1. Mengukur prestasi yang dicapai oleh suatu organisasi dalam suatu periode tertentu yang mencerminkan tingkat keberhasilan pelaksanaan kegiatannya.
2. Digunakan untuk melihat kinerja organisasi secara keseluruhan dan kontribusi suatu bagian dalam pencapaian tujuan perusahaan secara keseluruhan.
3. Digunakan sebagai dasar penentuan strategi perusahaan dimasa yang akan datang.
4. Memberi petunjuk dalam pembuatan keputusan dan kegiatan organisasi pada umumnya dan divisi atau bagian organisasi pada khususnya.
5. Sebagai dasar penentuan kebijakan penanaman modal agar dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas perusahaan.
Pengukuran Kinerja Perbankan
Menurut Koch (2009) kinerja atau kemampuan bank dalam meningkatkan nilai usahanya melalui peningkatan laba, aset, dan prospek ke depan sejak tahun 1987 dievaluasi dengan metode CAMEL (Capital-Asset-Management-Earning-Liquidity). Namun fokus evaluasi tetap mendasarkan pada aspek-aspek earning atau profitabilitas dan risiko. Aspek profitabilitas diukur dengan ROA, ROE, NIM (Net Interest Margin) dan Asset Utilization.
Koch (2009) juga menjelaskan bahwa usaha perbankan, tingkat pendapatan dan kelangsungan usaha dipengaruhi oleh Credit Risk, Liquidity Risk, Interest Risk, Operational Risk, dan Solvency RiskCredit risk merupakan risiko kerugian yang disebabkan oleh ketidakmampuan (gagal bayar) dari debitur atas kewajiban pembayaran hutangnya, baik utang pokok maupun bunganya. Bagi banyak bank, pertumbuhan kredit sama pentingnya dengan pertumbuhan pendapatan. Permasalahan yang timbul adalah munculnya kesulitan bagi bank untuk menentukan porsi yang tepat dari kedua sektor tersebut. Untuk mengatasi hal tersebut, bank menggunakan perhitungan Loan Growth Rate dan Deposit Growth Rate sebagai pertimbangan manajemen dalam hal menentukan kapan pendanaan harus dilakukan maupun dihambat. Loan Growth Rate merupakan perhitungan yang dilakukan oleh manajemen bank atas total pendanaan yang diberikan bank terhadap total dana pihak ketiga yang berhasil dihimpun dalam suatu periode. Deposit Growth Ratemerupakan perhitungan atas total dana pihak ketiga yang dihimpun terhadap total pendanaan yang diberikan pada nasabah dalam suatu periode. Liquidity Riskmerupakan variasi pendapatan dan modal yang dikaitkan dengan variasi bank dalam memperoleh dana dan beban dana (Cost of Money). Interest Risk menunjukan variasi pendapatan yang terjadi akibat variasi tingkat beban bunga. Operational Riskmerupakan variasi pendapatan bank berkaitan dengan kebijakan-kebijakan bank yang diukur dengan efisiensi beban operasi dan pendapatan operasi. Solvency Riskmenunjukan variasi pendapatan dengan tingkat modal dan kecukupannya.
Rasio permodalan (Capital), kualitas aset produktif (Assets Quality), manajemen (Management), pendapatan (Earning), likuiditas (Liquidity) telah ditetapkan oleh otoritas moneter di Indonesia yang tertuang dalam Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 26/23/KEP/DIR tanggal 29 Mei 1993 tentang tata cara penilaian tingkat kesehatan bank.
Laba
Laba adalah perbedaan antara pendapatan (Revenue) yang direalisasi, timbul dari transaksi pada periode tertentu dengan beban-beban yang dikeluarkan pada periode tersebut (Harahap, 2011). Pada penelitian ini, laba yang dimaksud merupakan laba setelah dikurangi pajak. Laba juga merupakan jumlah residual yang tersedia setelah semua beban (termasuk penyesuaian pemeliharaan modal jika ada) dikurangkan pada penghasilan. Jika beban melebihi penghasilan, maka jumlah residualnya merupakan kerugian bersih.
Pertumbuhan laba yang dimaksud dalam penelitian ini dihitung dari selisih jumlah laba tahun bersangkutan dengan jumlah laba tahun sebelumnya.
Inflasi
Inflasi merupakan kecenderungan dari harga-harga yang secara umum naik dan berlangsung terus menerus (Mankiw, 2011). Kenaikan yang dimaksudkan merupakan kenaikan secara meluas (berbagai sektor). Inflasi juga merupakan suatu keadaan yang timbul karena tidak adanya keseimbangan antara permintaan akan barang-barang dengan persediaannya.
Inflasi merupakan salah satu ukuran perekonomian suatu negara. Beberapa klasifikasi inflasi menurut sifatnya adalah:
a. Inflasi lambat
Kenaikan harga terjadi secara lambat dengan persentase kecil dalam jangka waktu yang relatif lama (<10% per tahun).
b. Inflasi menengah
Kenaikan harga cukup besar dan berjalan dalam waktu yang relatif pendek serta memiliki sifat akselerasi.
c. Inflasi tinggi
Kenaikan harga yang mencapai 5 hingga 6 kali keadaan normal. Nilai uang merosot tajam hingga daya beli masyarakat menurun drastis.
Bi Rate
Bank Indonesia Rate (BI Rate) merupakan suku dengan tenor 1 bulan yang diumumkan oleh Bank Indonesia secara periodik yang berfungsi sebagai kebijakan moneter. Secara sederhana, BI Rate merupakan indikasi suku bunga jangka pendek yang diinginkan Bank Indonesia dalam upaya mencapai target inflasi (Bank Indonesia, 2014).
Sasaran akhir suatu kebijakan moneter dalam arti luas mencakup stabilitas harga, pertumbuhan ekonomi, perluasan kesempatan kerja, keseimbangan neraca pembayaran, stabilitas finansial, serta stabilitas pasar valuta asing. Respons kebijakan yang dimaksud dinyatakan dalam kenaikan, penurunan atau tidak berubahnya BI Rate, sebagai sinyal kebijakan moneter untuk mengarahkan dan memengaruhi suku bunga yang berlaku di pasar keuangan.
Penetapan respons kebijakan moneter biasa dilakukan dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) triwulan dan berlaku selam triwulan berjalan. Apabila diperlukan, BI Rate juga dapat diubah dalam RDG bulanan. BI Rate ditetapkan oleh Dewan Gubernur Bank Indonesia dengan mempertimbangkan rekomendasi BI Rate yang dihasilkan oleh fungsi reaksi kebijakan dalam model ekonomi untuk pencapaian sasaran inflasi. Selain itu, BI Rate yang ditetapkan juga mempertimbangkan berbagai informasi lainnya seperti leading indicators, survei, informasi variabel, expert opinion, assessment faktor risiko dan ketidakpastian serta hasil riset ekonomi dan kebijakan moneter.
Penelitian Terdahulu
Tabel 1 Penelitian Terdahulu
Nama
Judul
Variabel yang Digunakan
Hasil Penelitian
Sugiani & Werastuti (2015)
Pengaruh NPL, LDR, Nilai Komposit GCG, NIM, BOPO, dan CAR terhadap Pertumbuhan Laba Perbankan
Independen:
NPL, LDR, Nilai Komposit GCG, NIM, BOPO, CAR
Dependen: Pertumbuhan Laba
Variabel CAR tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan laba, namun variabel lainnya memiliki pengaruh signifikan.
Aini (2013)
Pengaruh CAR, NIM, LDR, NPL, BOPO, dan Kualitas Aktiva Produktif terhadap Perubahan Laba
Independen: CAR, NIM, LDR, NPL, BOPO, Kualitas Aktiva
Dependen: Perubahan Laba
Variabel LDR tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan laba. Variabel lain memiliki pengaruh.
Gunawan & Wahyuni (2013)
Pengaruh Rasio Keuangan terhadap Pertumbuhan Laba pada Perusahaan Perdagangan di Indonesia
Independen: TATO, FATO, ITO, CR, DAR, dan DER
Dependen: Pertumbuhan Laba
Terdapat pengaruh signifikan baik secara parsial maupun simultan antara variabel dependen dan independen.
Prasanjaya & Ramantha (2013)
Analisis Pengaruh CAR, BOPO, LDR, dan Ukuran Perusahaan terhadap Profitabilitas Bank yang Terdaftar di BEI
Independen: CAR,BOPO, LDR, dan Total Asset
Dependen: Pertumbuhan Laba
Terdapat pengaruh signifikan secara simultan antara variabel Pertumbuhan Laba dengan CAR,BOPO, LDR, dan Total Asset.
Sahara (2013)
Analisis Pengaruh Inflasi, Suku Bunga BI, dan Produk Domestik Bruto terhadap Return On Asset Bank Syariah di Indonesia
Independen: Tingkat Inflasi, BIRate, dan PDB
Dependen: Pertumbuhan Laba
Terdapat pengaruh negatif antara pertumbuhan laba terhadap BI Rate, Terdapat pengaruh antara pertumbuhan laba terhadap tingkat inflasi dan PDB.
Wibowo & Syaichu (2013)
Analisis Pengaruh Suku Bunga, Inflasi, CAR, BOPO, dan NPF terhadap Profitabilitas Bank Syariah
Independen: Suku Bunga, Inflasi, CAR, BOPO, NPF
Dependen: Profitablitas
Tingkat inflasi tidak berpengaruh pada profitabilitas. Variabel lain memiliki pengaruh.
Model Penelitian
Dasar penelitian ini menggunakan rasio-rasio keuangan sebagai variabel independen dan pertumbuhan laba sebagai variabel dependen. Adapun rasio-rasio keuangan yang digunakan meliputi CAR, NPL, LDR, BOPO, serta tingkat inflasi, dan BI rate. Analisis rasio keuangan merupakan cara yang umum digunakan dalam membuat analisis laporan keuangan. Hasil analisis tersebut dapat menggambarkan kinerja dari suatu bank.
Dengan demikian, kerangka pikir dalam melihat pengaruh rasio keuangan (CAR, NPL, LDR, dan BOPO) serta tingkat inflasi, dan BI rate terhadap pertumbuhan laba bank swasta devisa dapat dilihat pada gambar II.3.2 berikut ini:
Gambar 1. Model Penelitian
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhDFRryBN2pvU29DtGDdk8dMJRfG9B8X2M8wUC3PhIoVTFV6Kao5MVQZoHNt1ucA-NStDXE099C9iPxTzs_XMn-zPBiNZwj-wKvJhJVbHOY957llGOwPe3LT6OWb0wFjKQPEa5UaLHxa_Ay/s1600/1.png
Capital Adequacy Ratio Berpengaruh Terhadap Pertumbuhan Laba
Penelitian-penelitian terdahulu telah menunjukan bahwa rasio kecukupan modal/Capital Adequacy Ratio (CAR) memiliki pengaruh terhadap pertumbuhan laba sebuah perusahaan. CAR adalah rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan bank dalam mempertahankan modal dan kemampuan dalam mengidentifikasi, mengukur, dan mengendalikan risiko-risiko yang mungkin timbul terhadap besarnya modal bank (Prasanjaya & Ramantha, 2013).
Nilai CAR yang dimiliki suatu bank akan memengaruhi kondisi bank tersebut. Nilai CAR yang tinggi berarti bahwa bank tersebut mampu membiayai operasional, serta menguntungkan bagi bank tersebut karena di kemudian hari akan memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap pertumbuhan laba (Hutagalung, Djumahir, & Ratnawati, 2013). Sesuai peraturan Bank Indonesia nomor 15/12/PBI/2013, nilai CAR yang harus dicapai oleh suatu bank adalah minimal 9% (Bank Indonesia, 2013).
Uraian di atas menerangkan bahwa terdapat pengaruh antara CAR terhadap pertumbuhan laba. Dengan demikian, hipotesis yang digunakan adalah:
H1Capital Adequacy Ratio (CAR) berpengaruh terhadap pertumbuhan laba.
Non Performing Loan Berpengaruh Terhadap Pertumbuhan Laba
Risiko adalah potensi terjadinya suatu peristiwa (event) yang dapat menimbulkan kerugian bagi bank (Bank Indonesia, 2014). Salah satu risiko yang dihadapi adalah risiko kredit. Risiko kredit merupakan risiko yang terjadi akibat dana yang disalurkan bank kepada pihak lain mengalami gagal bayar.
Kondisi tidak terpenuhinya kewajiban debitur pada bank disebut Non Performing Loan (NPL). Apabila nilai NPL suatu bank tinggi maka akan memperbesar biaya, baik biaya pencadangan aset produktif maupun biaya lainnya, sehingga memungkinkan potensi kerugian bagi bank tersebut (Mukhlis, 2012).
Uraian di atas menerangkan bahwa terdapat pengaruh antara NPL terhadap pertumbuhan laba. Dengan demikian, hipotesis yang digunakan adalah:
H2Non Performing Loan (NPL) berpengaruh terhadap pertumbuhan laba.
Beban Operasional Dan Pendapatan Operasional (Bopo) Berpengaruh Terhadap Pertumbuhan Laba
Penelitian terdahulu yang telah dilakukan oleh Agustina dan Budiman (2011) menunjukan hasil bahwa Beban Operasional dan Pendapatan Operasional (BOPO) akan memiliki pengaruh terhadap pertumbuhan laba. BOPO merupakan rasio perbandingan antara beban operasional dan pendapatan operasional suatu bank. Dengan melakukan perhitungan tersebut, bank akan mencapai efisiensi operasionalnya, sehingga keseluruhan biaya yang dikeluarkan bank tersebut dapat diminimalisisr dan berdampak terhadap pertumbuhan laba (Hutagalung, Djumahir, & Ratnawati, 2013).
Bank Indonesia menetapkan angka terbaik untuk rasio BOPO adalah <90%. Apabila rasio BOPO tersebut melebihi 90% hingga mendekati angka 100% maka bank tersebut dapat dikategorikan tidak efisien dalam menjalankan operasionalnya (Bank Indonesia, 2013).
Uraian di atas menerangkan bahwa terdapat pengaruh antara BOPO dengan pertumbuhan laba. Dengan demikian, hipotesis yang digunakan adalah:
H3: Beban Operasional dan Pendapatan Operasional (BOPO) berpengaruh terhadap pertumbuhan laba.
Loan To Deposit Ratio Berpengaruh Terhadap Pertumbuhan Laba
Suatu bank dikatakan likuid apabila dapat memenuhi seluruh kewajiban jangka pendeknya dalam bentuk membayar kembali semua deposannya, serta memenuhi seluruh permintaan kredit yang diajukan tanpa terjadi penangguhan (Harmono, 2012). Ukuran yang digunakan bagi bank untuk mengukur tingkat likuiditasnya adalah dengan menggunakan Loan to Deposit Ratio (LDR). LDR menyatakan seberapa besar kemampuan bank dalam membayar kembali penarikan dana yang dilakukan deposan dengan mengandalkan kredit sebagai sumber likuiditasnya. Dengan mengandalkan kredit sebagai sumber likuiditasnya, diharapkan bank tersebut juga mampu mengelola pertumbuhan laba sejalan dengan selisih suku bunga simpanan dan suku bunga kredit (Mukhlis, 2012). Besarnya rasio LDR menurut peraturan Bank Indonesia adalah maksimum 110% (Bank Indonesia, 2013).
Uraian di atas menerangkan bahwa terdapat pengaruh antara LDR dengan pertumbuhan laba. Dengan demikian, hipotesis yang digunakan adalah:
H4Loan to Deposit Ratio (LDR) berpengaruh terhadap pertumbuhan laba.
Tingkat Inflasi Berpengaruh Terhadap Pertumbuhan Laba
Inflasi merupakan kecenderungan dari harga-harga yang secara umum naik dan berlangsung terus menerus (Mankiw, 2011). Kenaikan yang dimaksudkan merupakan kenaikan secara meluas (berbagai sektor). Inflasi juga merupakan suatu keadaan yang timbul karena tidak adanya keseimbangan antara permintaan akan barang-barang dengan persediaannya.
Penelitian yang dilakukan oleh Sahara (2013) menunjukan hasil bahwa terdapat pengaruh antara tingkat inflasi dalam periode penelitian terhadap pertumbuhan laba perbankan. Pada keadaan tingkat inflasi yang tinggi, minat publik untuk menyimpan uangnya di bank mulai meningkat karena Bank Indonesia umumnya akan menaikan tingkat suku bunga sehingga kondisi uang beredar akan menurun. Dengan meningkatnya simpanan publik di bank tersebut, maka bank akan mendapatkan laba dari selisih bungan simpanan dengan bunga kredit yang juga meningkat.
Uraian di atas menerangkan bahwa terdapat pengaruh antara tingkat inflasi terhadap pertumbuhan laba. Dengan demikian, hipotesis yang digunakan adalah:
H5: Tingkat inflasi berpengaruh terhadap pertumbuhan laba.
Bank Indonesia Rate (Bi Rate) Berpengaruh Terhadap Pertumbuhan Laba
Bank Indonesia Rate (BI Rate) merupakan suku dengan tenor 1 bulan yang diumumkan oleh Bank Indonesia secara periodik yang berfungsi sebagai kebijakan moneter. Secara sederhana, BI Rate merupakan indikasi suku bunga jangka pendek yang diinginkan Bank Indonesia dalam upaya mencapai target inflasi (Bank Indonesia, 2014).
Kenaikan BI Rate akan memunculkan minat bank di Indonesia untuk menambah simpanan mereka masing-masing pada bank sentral dengan tujuan mendapatkan laba lebih tinggi dibanding periode sebelumnya. Guna menambah simpanan pada bank sentral, masing-masing bank akan berusaha menarik minat masyarakat untuk menyimpan uang mereka pada bank tersebut, serta menaikan suku bunga kredit agar terdapat selisih lebih laba lebih tinggi (Sahara, Analisis Pengaruh Inflasi, Suku Bunga BI, dan Produk Domestik Bruto terhadap Return On Asset Bank Syariah di Indonesia, 2013).
Uraian di atas menerangkan bahwa BI Rate berpengaruh terhadap pertumbuhan laba. Dengan demikian, hipotesis yang digunakan adalah:
H6: Bank Indonesia Rate (BI Rate) berpengaruh terhadap pertumbuhan laba.
Capital Adequacy Ratio, Non Performing Loan, Beban Operasional Dan Pendapatan Operasional, Loan To Deposit Ratio, Tingkat Inflasi, Dan Bank Indonesia Rate Berpengaruh Terhadap Pertumbuhan Laba
Beberapa penelitian terdahulu menunjukan bahwa analisis rasio-rasio keuangan untuk menilai kinerja suatu perusahaan memiliki pengaruh terhadap pertumbuhan laba. Menurut Agustina dan Budiman (2011), rasio CAR, NPL, dan BOPO memiliki pengaruh secara bersama-sama (simultan) terhadap pertumbuhan laba perbankan. Dalam penelitian yang dilakukan Mukhlis (2012), rasio CAR dan NPL juga memiliki pengaruh secara simultan terhadap pertumbuhan laba.
Selain kinerja keuangan, pertumbuhan laba suatu perusahaan juga terpengaruh oleh faktor inflasi. Inflasi dapat terjadi karena adanya penurunan suku bunga yang ditetapkan oleh bank sentral, sehingga uang tunai yang beredar di publik terlalu banyak (Bank Indonesia, 2012). Dampaknya, permintaan uang tunai makin meningkat dan juga terjadi peningkatan daya beli masyarakat yang tidak seiiring dengan kenaikan output produksi yang pada akhirnya menyebabkan harga barang dan jasa meningkat. Hal tersebut juga berdampak pada perubahan angka keuntungan yang akan diperoleh perusahaan tersebut (Sahara, Analisis Pengaruh Inflasi, Suku Bunga BI, dan Produk Domestik Bruto terhadap Return On Asset Bank Syariah di Indonesia, 2013).
Tabel 5. Hasil Uji F (ANOVA)
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj6kVQQHwmuAXi2vi4OCuwWxEohrkTH2Q4lD5Ue6alpgrhZr_X88pEp72ycG9C06S7jmLy8b1xMyC0YPaVxNcx-T8XOQ55OTo1Ay6iW7drbVY62999suHgIYTGwWRKvjANXsq4MaYxCtSMi/s400/3.png
Berdasarkan tabel IV.8 diatas diperoleh nilai Fhitung sebesar 2,728. Nilai tersebut lebih besar dibandingkan nilai Ftabel sebesar 2,19. Nilai signifikansi pada uji F tersebut adalah 0,017. Nilai tersebut lebih kecil dibandingkan nilai α sebesar 0,05. Berdasarkan dua hal tersebut dapat disimpulkan bahwa Hditerima sehingga hipotesis yang menyatakan CAR, NPL, BOPO, LDR, tingkat inflasi, dan BI rateberpengaruh secara simultan terhadap pertumbuhan laba diterima.
Koefisien Determinasi
Koefisien determinasi merupakan besarnya kekuatan pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen (Priyatno D. , 2012). Dengan melihat nilai Rtersebut maka besarnya pengaruh dari variabel independen dengan dependen dapat terlihat dengan merubahnya ke bentuk persen terlebih dahulu. Adapun hasil perhitungan koefisien determinasi dapat dilihat pada tabel IV.9 berikut ini:
Tabel 6. Hasil Koefisien Determinasi (R2)
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhj9SH_M6mJpzqiR-qu3s9pJ7H4XeFUi67I0vMhHQ9SjtemApXUZ2dNSpDp7z6VgaRWul9mx-9E6tY3fHBy2B9CDIl2jr0CkDukQIiNIvDNi-aHReegF7Ae6zbWmiX2Nk81NUjMqjbTwgRz/s1600/4.png
Berdasarkan tabel 6 diatas diperoleh hasil koefisien determinasi (R2) sebesar 0,137 (13,7%). Hal tersebut memiliki arti bahwa sumbangan pengaruh variabel CAR, NPL,BOPO, LDR, tingkat inflasi, dan BI rate terhadap pertumbuhan laba perbankan adalah sebesar 13,7%, sedangkan sisanya sebesar 86,3% adalah pengaruh dari variabel lain yang tidak dimasukan ke model penelitian ini.
Penutup
Penelitian ini digunakan untuk menjawab tujuan penelitian yang telah dirumuskan sebelumnya, yaitu untuk menganalisis pengaruh kinerja keuangan bank, tingkat inflasi, dan BI rate terhadap pertumbuhan laba pada bank swasta devisa yang terdaftar di BEI pada periode 2009 hingga 2013. Hasil pengujian hipotesis menggunakan analisis statistik deskriptif dan analisis regresi berganda terhadap variabel independen (CAR, NPL, BOPO, LDR, tingkat inflasi, dan BI rate) dan variabel dependen yakni pertumbuhan laba menunjukan bahwa:
1. Variabel Capital Adequacy Ratio (CAR) secara parsial tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan laba bank swasta devisa yang terdaftar di BEI pada periode 2009-2013. Regulasi perbankan yang ketat terhadap CAR menjadikan bank hanya terfokus pada nilai CAR yang mengakibatkan tidak terjadinya pertumbuhan laba.
2. Variabel Non Performing Loan (NPL) secara parsial tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan laba bank swasta devisa yang terdaftar di BEI pada periode 2009-2013. Bank telah mengasuransikan kredit yang disalurkan pada nasabahnya sehingga kredit macet yang terjadi di kemudian hari tidak langsung memengaruhi pertumbuhan laba.
3. Variabel Beban Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO) secara parsial berpengaruh terhadap pertumbuhan laba bank swasta devisa yang terdaftar di BEI pada periode 2009-2013. Efisiensi operasional yang dilakukan perusahaan secara langsung memengaruhi pertumbuhan laba.
4. Variabel Loan to Deposit Ratio (LDR) secara parsial tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan laba bank swasta devisa yang terdaftar di BEI pada periode 2009-2013. Dana pihak ketiga yang berhasil dihimpun bank tidak sepenuhnya disalurkan kembali dalam bentuk kredit sehingga bank memiliki sejumlah dana diam (idle fund) yang berdampak pada tidak adanya pertumbuhan laba.
5. Variabel tingkat inflasi secara parsial tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan laba bank swasta devisa yang terdaftar di BEI pada periode 2009-2013. Peningkatan harga secara umum akibat inflasi mengakibatkan naiknya biaya operasional perusahaan, namun diwaktu yang sama pemerintah menaikan tingkat suku bunga untuk menarik minat masyarakat meningkatkan simpanan. Hal tersebut saling berlawanan sehingga pertumbuhan laba tidak terjadi.
6. Variabel BI rate secara parsial tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan laba bank swasta devisa yang terdaftar di BEI pada periode 2009-2013. Peningkatan BI ratebertujuan menahan laju inflasi dengan cara menaikan suku bunga simpanan dan suku bunga kredit. Dampak yang muncul adalah permohonan kredit masyarakat cenderung turun akibat dari naiknya suku bunga kredit. Keadaan tersebut mengakibatkan tidak terjadinya pertumbuhan laba.
7. Secara bersama-sama (simultan) variabel CAR, NPL, BOPO, LDR, tingkat inflasi, dan BI rate berpengaruh terhadap pertumbuhan laba bank swasta devisa yang terdaftar di BEI pada periode 2009-2013. Dengan menjaga rasio-rasio serta kondisi perekonomian yang diukur dengan tingkat inflasi dan BI rate bank dapat mengambil setiap keputusan dengan tepat sehingga pertumbuhan laba terjadi pada setiap periode.
Adapun saran-saran yang dapat diberikan melalui hasil penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagi investor/nasabah hendaknya memerhatikan informasi-informasi terkait kinerja keuangan bank berupa rasio keuangan, khususnya rasio beban operasional terhadap pendapatan operasional (BOPO) yang memiliki pengaruh terhadap pertumbuhan laba agar menjadi pertimbangan dalam melakukan investasi pada perusahaan perbankan.
2. Bagi perusahaan hendaknya tidak hanya berfokus menjaga rasio-rasio keuangan sesuai regulasi. Pertumbuhan laba sebagai salah satu faktor yang meningkatkan kredibilitas juga perlu diperhatikan untuk menjaga kelangsungan hidup perusahaan dan kepercayaan nasabah/investor.
3. Bagi peneliti selanjutnya sebaiknya memperluas area penelitian dan menambahkan faktor-faktor lain selain variabel CAR, NPL, BOPO, LDR, tingkat inflasi, dan BI rate, seperti kualitas aset, Loan Growth Rate (LGR), serta Deposit Growth Ratio (DGR) yang juga memengaruhi pertumbuhan laba perusahaan.
DAFTAR PUSTAKA 
Agustina, Y., & Budiman, H. (2011). Analisis Performa Keuangan BPR Konvensional 
(Studi Kasus: BPR di Jawa dan Sumatra). Jurnal Akuntansi dan Keuangan. 
Universitas Lampung, 73-83.
Aini, N. (2013). Pengaruh CAR, NIM, LDR, NPL, BOPO, dan Kualitas Aktiva Produktif 
terhadap Perubahan Laba. Jurnal Dinamika Akuntansi, Keuangan dan
Perbankan.Stikubank Semarang., 14-25.
Bank Indonesia. (2013). Arsitektur Perbankan Indonesia (API). Dipetik November 6,
2014, dar http://www.bi.go.id/id/perbankan/arsitektur/
Contents/ Default.aspx
Bank Indonesia. (2013). Bank Indonesia. Diambil kembali dari Peraturan Bank 
Indonesia: http://www.bi.go.id/id/peraturan/perbankan/Documents/
pbi_151213rev.pdf 
Bank Indonesia. (2014, November 4). Ruang Media. Dipetik November 6, 2014, 
dari Bank  Indonesia: http://www.bi.go.id/id/ruang-media/info-terbaru/
Pages/Keyakinan-Konsumen Oktober-2014-Sedikit-Meningkat.aspx
Bursa Efek Indonesia. (2015, Januari 30). Publikasi Fact Book. Diambil kembali dari
http://www. idx.co.id/id-id/beranda/publikasi/factbook.aspx
Dwijayanthy, F., & Naomi, P. (2009). Analisis Pengaruh Inflasi, BI Rate, dan Nilai 
Tukar Mata Uang Asing terhadap Profitabilitas Bank. Jurnal Karisma. 
Universitas Paramadina Jakarta. Volume 3. No.2.
Fahmi, I. (2011). Analisis Laporan Keuangan. Lampulo: Alfabeta.
Fathoni, M. I., & Sasongko, N. (2012). Pengaruh Tingkat Kesehatan Bank terhadap
Pertumbuhan Laba pada Perusahaan Sektor Perbankan. Jurnal Ekonomi 
Manajemen Sumber Daya. Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Volume 13. No.1, 15-25.
Ghozali, I. (2013). Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS 21.
Update PLS Regresi.Edisi 7. Semarang: BP Universitas Diponegoro.
Greuning, H. V., & Bratanovic, S. B. (2009). Analyzing Banking Risk.
A Framework for Assessing Corporate Governance and Risk Management
Third Edition. Washington D.C: The World Bank.
Gunawan, A., & Wahyuni, S. F. (2013). Pengaruh Rasio Keuangan terhadap
Pertumbuhan Laba pada Perusahaan Perdagangan di Indonesia. Jurnal
Manajemen & Bisnis.Volume 13.Nomor 1, 63-84.
Harahap, S. S. (2011). Teori Akuntansi. Edisi Revisi. Jakarta: Rajawali Pers.
Harmono, H. (2012). Faktor Fundamental Makro dan SKIM Bunga Kredit 
sebagai Variabel Intervening Pengaruhnya Terhadap Kinerja Bank. 
Jurnal Keuangan dan Perbankan. Universitas Merdeka Malang. 
Volume 16. Nomor 1, 132-146.
Hutagalung, E. N., Djumahir, D., & Ratnawati, K. (2013). Analisa Rasio Keuangan 
terhadap Kinerja Bank Umum di Indonesia. Jurnal Aplikasi Manajemen. 
Volume 11. Nomor 1.
Kartika, N. S., & Prastiwi, D. (2012). Pengaruh Kinerja Keuangan terhadap   
Pertumbuhan Laba Perbankan Go Public. Jurnal Akuntansi. Universitas . 
Negeri Surabaya Volume 1.
Kasmir, K. (2010). Manajemen Perbankan. Jakarta: Rajawali Pers.
Koch, T. W., & MacDonald, S. S. (2009). Bank Management. Seventh Edition.
USA: South Western, Cengage Learning.